Gemericiknya bagai nyanyian alam. Kehangatan yang diusung saat datangnya selalu membuat saya menunggu di balik jendela. Ada saja yang saya rindukan disetiap kedatangannya; keteduhan dan ketenangan yang mampu membasuh jiwa. Kendala lisan saya mungkin tak mampu mengurai banyak tentangnya, namun biarkan kata menyibak sedikit kisah yang ada. Hujan ooh hujan.
Walau
tak ada yang istimewa dari saya tentangnya, namun ada kesamaan diantara
keduanya. Sebab itulah saya selalu menyukainya. Bagi saya hadirnya seolah
menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap episode kehidupan saya. Kadang ia
bisa menjadi pengiring kebahagiaan, namun tak jarang pula ia menjadi pengalun
kesedihan yang saya rasakan. Terlepas dari semua peran yang ia jalankan, saya
percaya hujan tetaplah pertanda bahwasanya masih ada rahmat bagi semesta dan hadirnya
senantiasa mampu mengingatkan saya akan syukur pada-Nya lewat setitik
kebahagiaan yang ada dalam setiap tetes turunnya.
Dialah Allah yang mengirimkan angin,
lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut
yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat air
hujan keluar dari celah-celahnya; maka apabila hujan itu turun mengenai
hamba-hamba yang dikehendaki-Nya, tiba-tiba mereka jadi gembira (QS.30:48)
***
Pernah
terbaca sebuah ungkapan yang isinya “I
like walking in the rain because no body knows that I am crying”, rasanya seperti
itulah saya. Bagi saya hujan mampu menyembunyikan air mata yang jatuh lewat
basahnya, sederas tangis saya sederas itu pula tetesannya. Rasanya setiap
tangis yang saya keluarkan bersamanya seolah turut juga dirasakan lewat
tetesnya.
Dan benar kata mereka, hujan itu mampu sembunyikan duka lara. Saat saya berjalan ditengahnya, semua ekspresi akan terlihat sama, “dengan atau tanpa air mata, ia akan tetap memberi basahnya”.
Hujan ooh hujan, benar engkau pengair keringnya rasa.
Dan benar kata mereka, hujan itu mampu sembunyikan duka lara. Saat saya berjalan ditengahnya, semua ekspresi akan terlihat sama, “dengan atau tanpa air mata, ia akan tetap memberi basahnya”.
Hujan ooh hujan, benar engkau pengair keringnya rasa.
Dulu
saat masih di usia belia, saya tak segan berlarian di tengah derasnya, bersama
teman sebaya yang begitu gembira bermain dalam suasananya. Mungkin dalam
pikiran saya saat itu “setiap tetes yang jatuh dari langit-Nya adalah
kesempatan bermain yang berharga”. Dengan mengabaikan sakit seusainya, saya dan
mereka selalu asyik menari dalam nyanyiannya. Oh Tuhan, saya begitu
merindukannya. Nyatanya ruang masa memang sudah membawa saya pada kondisi yang
berbeda, tapi saya ingin cerita hangat bersamanya akan senantiasa ada dalam
ingatan saya. Jika dulu saya bisa segembira itu menyambut kedatangannya, setidaknya saat ini saya harap agar hujan tak hanya berlalu begitu saja tanpa
menyisakan apa-apa. Dan meskipun semua yang terasa sekarang sudah
kontras tak sama, namun akan selalu ada kisah antara saya dan hujan.
Hujan
ooh hujan, hadirmu mampu menghipnotis
manusia akan ingatan masa lalunya lewat setiap nyanyian yang engkau alunkan dan
hanya bisa terdengar bagi mereka yang merindukan.
Hujan
kau senandungkan lagi kenangan malam di lapangan upacara,
yang sudah terlupakan....